Rabu, 02 Maret 2011

Adab dan Etika Bepergian (Safar)

Ini adalah beberapa tips, adab, atau etika bepergian (safar) yang semoga bermanfaat untuk teman-teman semua yang mau bepergian (menjadi musafir), khususnya saya.

Memilih Teman Seperjalanan

Disarankan orang yang mau pergi (jauh) untuk tidak melakukan perjalanan sendirian. Bukan cuma sekedar mempererat persahabatan atau menjadi teman ngobrol, tapi juga menjadi penolong kalau terjadi sesuatu. Rasulullah saw. bersabda, “Maukah kalian aku beritahu manusia yang paling buruk?” Orang-orang bertanya, “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Orang yang bepergian sendirian dan orang yang tidak mau menolong temannya serta orang yang memukul hamba sahayanya.”

Karena itulah Rasulullah saw. mengatakan, “Pilihlah teman, baru kemudian tempuhlah perjalanan.” (Bihârul Anwâr, jil. 76, bab. 49) Tapi bukan asal pilih teman, harus lihat juga waktu yang tepat dan akan kemana perjalanan. Pilihlah teman seperjalanan yang keberadaannya memberikan efek positif bagi perkembangan dan kesempurnaan manusia (insân).

Menyelesaikan Tanggung Jawab

Sebelum pergi jauh, seorang musafir harus menyelesaikan seluruh tanggung jawabnya, misalnya utang-piutang atau nafkah keluarga yang menjadi tanggungannya. Kalau tidak mampu, barulah membuat wasiat agar sepeninggalnya dibayar dari harta waris. Karena kematian siap datang kapan saja.

Menyiapkan Bekal

Tentu sebelum bepergian kita harus menyiapkan bekal yang sekiranya diperlukan dalam perjalanan dan tempat tujuan. Kalau tidak bawa bekal, yang ada malah merepotkan diri sendiri dan teman seperjalanan. Nabi saw. bersabda, “Di antara kemulian seorang lelaki adalah membawa bekal yang baik setiap kali hendak menempuh perjalanan.” Kalau ternyata teman kita kekurangan membawa bekal, kan kita sendiri yang dapat membantunya.

Zikir dan Doa

Sebagaimana setiap pekerjaan diawali dengan doa, tidak terkecuali perjalanan jauh. Dianjurkan setelah menyebut nama Allah, membaca surah al-Fatihah dan ayat kursi serta doa yang terkait dengan bepergian (biasanya banyak di kitab-kitab hadis). Disebutkan bahwa Imam Ja’far ash-Shadiq as. membaca doa ini setiap kali akan berangkat, “Ya Allah, leluasakanlah jalan kami dan berikanlah kebaikan jalan kami serta perbanyaklah kesehatan kami.”
Begitu juga diriwayatkan bahwa tatkala Imam menaiki kendaraan, terlebih dahulu membaca ayat, “Mahasuci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya…” (QS. Az-Zukhruf : 13) Kemudian ucapkan zikir subhanallâh tujuh kali, alhamdulillâh tujuh kali dan lâ ilâha illallâh tujuh kali.
إذا خرجت من منزلك في سفر أو حضر فقل: بسم الله، آمنت بالله، توكلت على الله ما شاء الله ولا حول ولا قوة إلا بالله
Imam Ali ar-Ridha as. berkata, “Jika kamu keluar dari rumahmu baik dalam perjalanan atau tidak, ucapkanlah, ‘Dengan nama Allah, aku beriman kepada Allah dan kepadaNya aku tawakal kepada Allah, apapun yang dikehendaki Allah (terjadilah), tidak ada daya dan upaya kecuali atas kehendak Allah’.”

Bersedekah

Sedekah memang sunah Islam yang sangat ditekankan, termasuk sebelum melakukan perjalanan. Dalam beberapa hadis disebutkan bahwa sedekah dapat menolak marabahaya dan bencana serta mencegah hal buruk lainnya. Nabi saw. bersabda, “Sedekah itu menolak bala (bencana).” Dalam hadis lain beliau bersabda, “Sedekah itu menutup tujuh puluh pintu kejahatan.”

Murû’ah dan Sikap Baik

Sesama teman seperjalanan hendaknya berlaku baik, sopan dan murah hati (murû’ah). Jika bersikap kasar dan tidak sopan, perjalanan malah tidak menyenangkan. Nabi saw. pernah bilang, “Tidaklah dua orang bersahabat melainkan orang yang lebih baik terhadap temannyalah yang akan memperoleh pahala lebih besar dan lebih dicintai oleh Allah.”
Nabi saw. juga bersabda, “Adapun murû’ah dalam perjalanan adalah mengeluarkan bekal, berlaku baik dan bercanda pada hal-hal yang bukan maksiat.” Imam Ali a.s. juga pernah bilang, “Adapun murû’ah dalam perjalanan adalah mengeluarkan bekal (biaya) kepada yang lain, mengurangi perselisihan dengan teman perjalanan, memperbanyak zikir di setiap puncak atau lembah, di saat turun, duduk ataupun berdiri.”

Membawa Oleh-Oleh

Riwayat-riwayat Islam menganjurkan bahwa ketika musafir kembali dari perjalanan, hendaklah membawa oleh-oleh untuk keluarga meskipun sesuatu yang kecil dan murah. Rasulullah saw. bersabda, “Jika salah seorang dari kalian keluar melakukan perjalanan, tatkala kembali ke tengah keluarganya hendaklah membawakan untuk mereka hadiah meskipun hanya sepotong batu.” (Bihârul Anwâr, jil. 76, bab 52). Tentu maksud nabi bukan sebenarnya batu, tapi sekecil atau semurah apapun, orang yang menerima pasti senang.
Selain hal-hal di atas ada juga adab-adab khusus lainnya, seperti salat dua rakaat, pamit pada sanak keluarga dan kenalan, dan jika perjalanan secara rombongan maka pilihlah seorang pemimpin. Nabi saw. bersabda, “Jika tiga orang melaksanakan suatu perjalanan, maka hendaklah memilih salah seorang mereka sebagai pemimpin perjalananmu.” (Kanzul ‘Ummal, hadis 7549).
Pemimpin perjalanan harus mengerti bahwa tugas-tugasnya adalah memimpin, menjaga dan melayani peserta perjalanan dan mengatur tugas serta memberikan kenyamanan. Nabi saw. bersabda, “Pemimpin kelompok dalam perjalanan adalah pelayan mereka.” (Man Lâ Yahdhuruhu Al-Faqîh)
Kalau agama begitu menekankan pentingnya persiapan melakukan perjalanan di dunia, bagaimana mungkin agama tidak menekankan pentingnya perjalanan ke akhirat? Wallahualam.
Sumber: Adab-e Islam. Penerjemah: Ilyas Abu Haidar. Penyunting: Arif Mulyadi. Penerbit: Al-Huda, dengan perubahan redaksi.
Sumber Foto: Road oleh *damnengine
Diambil dari http://ejajufri.wordpress.com/2009/07/17/adab-dan-etika-bepergian-safar/comment-page-1/#comment-3473 dengan sedikit editan.